Ompu Tuan Situmorang:
Seorang Kakek Buyut Pejuang yang menjadi Ayah,
serta Upaya Keturunannya untuk Terus Bersatu
ORANGTUA,
SAUDARA DAN MASA KECIL
Ompu Tuan Situmorang adalah anak Siraja Lontung dan Siboru Pareme. Ompu Tuan Situmorang merupakan
anak pertama dari 9 (sembilan) bersaudara (7 laki-laki dan 2 perempuan), yaitu:
1. Ompu Tuan Situmorang=>
Keturunannya menjadi marga: Situmorang,
Siringo-ringo, Rumapea dan Sitohang
2.
Toga Sinaga => Keturunannya menjadi
marga Sinaga
3.
Toga Pandiangan =>
Keturunannya menjadi marga
Pandiangan
4.
Toga Nainggolan =>
Keturunannya menjadi marga
Nainggolan
5.
Toga Simatupang =>
Keturunannya menjadi marga
Simatupang
6.
Toga Aritonang =>
Keturunannya menjadi marga Aritonang
7.
Toga Siregar => Keturunannya menjadi
marga Siregar
8.
Siboru Amak Pandan, menikah dengan
Toga Simamora/ marga Simamora
9.
Siboru Panggabean, menikah dengan
Toga Sihombing/ marga Sihombing
Catatan:
-
Mengenai status anak sulung
keturunan Siraja Lontung, diantara keturunan kedua anaknya terjadi perbedaan
pendapat yaitu marga Situmorang dan marga Sinaga. Menurut marga Situmorang,
Ompu Tuan Situmorang lah yang menjadi anak sulung, sementara menurut marga
Sinaga, Toga sinaga lah yang menjadi anak sulung.
- Kesembilan keturunun Siraja Lontung
dan Siboru Pareme ini, sering
disebut sebagai ‘Lontung sisia marina, pasia boruna Sihombing, Simamora (Lontung sembilan satu ibu, termasuk
Sihombing dan Simamora). Penyebutan ini seakan menjadi abadi berkat
adanya lagu ciptaan Nahum Situmorang yang berjudul ‘Lontung Sisia Marina’.
Ompu Tuan Situmorang lahir di kampung (huta) Sabulan,
Kecamatan Palipi, Kabupaten Samosir. Begitu Ompu Tuan Situmorang lahir,
kehidupan keluarga Siraja Lontung dan
Siboru Pareme terasa semakin cerah, terang atau bersinar (torang),
sehingga anaknya yang baru lahir diberi nama ‘Tumorang’ yang selanjutnya
menjadi Ompu Tuan Situmorang.
Di masa kecilnya, Ompu Tuan Situmorang sudah terlihat
sebagai anak yang cerdas, visioner dan pemberani, sehingga sangat disayangi oleh
Siraja Lontung.
TEMPAT
TINGGAL
Setelah menikah dengan seorang Boru Limbong, Ompu Tuan
Situmorang kemudian membuka perkampungan dan tinggal menetap, beranak cucu dan
meninggal dunia di seberang kampung kelahirannya Sabulan (melintasi Danau Tau),
tepatnya di Desa Urat Pulau Samosir (sekarang: Desa Urat Kecamatan Palipi
kabupaten Samosir, Sumatera Utara).
KETURUNAN
(ANAK, CUCU DAN CICIT/ BUYUT)
Ompu Tuan Situmorang/ br. Limbong mempunyai 2 (dua) orang anak
laki-laki yaitu:
1. Ompu
Panopa Raja
2. Ompu
Pangaribuan (Sitohang)
Kemudian anak ke-1 yang bernama Ompu Panopa Raja/ br.Limbong mempunyai 2 (dua) orang anak laki-laki yang bernama:
a. Ompu Ambolas
b. Parhujobung
a. Ompu Ambolas
b. Parhujobung
Dan, anak ke-2 yang bernama Ompu Pangaribuan (Sitohang) mempunyai
1 (satu) orang anak laki-laki yang bernama Raja
Babiat.
Dari ketiga cucunya (Ompu Ambolas, Parhujobung dan Raja
Babiat) kemudian Ompu Tuan Situmorang mempunyai 7 (tujuh) cicit/ buyut laki-laki
(nini) dengan perincian sebagai berikut:
A. Ompu Ambolas/ br.Limbong mempunyai 2 (dua) anak laki-laki yaitu:
1. Raja Pande/ br. Sagala
2. Raja Nahor/ br. Tamba
B. Parhujobung/ br.Malau mempunyai 2 (dua) anak laki-laki yaitu:
1.
1. Tuan Suhut (Suhut Ni Huta)
2.
Tuan Ringo
C. Raja Babiat)/ br. Sagala mempunyai 3 (tiga) anak laki-laki yaitu:
1. Dorimangambat (keturuannya disebut Sitohang Uruk)
2. Raja Itubungna (keturuannya disebut Sitohang Tonga-tonga)
3. Ompu Raja Bonanionan (keturuannya disebut Sitohang Toruan)
2. Raja Itubungna (keturuannya disebut Sitohang Tonga-tonga)
3. Ompu Raja Bonanionan (keturuannya disebut Sitohang Toruan)
Tuang Ringo/ br.Sitompul (anak ke-2 Parhujobung) mempunyai 4 (empat) anak laki-laki, yaitu:
1. Raja
Dapoton (Raja Hasahatan), keturunannya menyebut diri sebagai marga Situmorang.
2. Raja
Rea, keturunannya menyebut diri sebagai marga Siringoringo.
3. Tuan
Onggar, keturunannya menyebut diri sebagai marga Rumapea.
4. Siagian,
keturunannya menyebut diri sebagai marga Siagian
Situmorang atau Siagian Siringo.
Menurut beberapa sumber, Siagian Situmorang atau Siagian Siringo tinggal
di Indrapura,
Labuhan Batu, Rantau Prapat.
Catatan:
-
Keturunan Raja Pande, Raja Nahor,
Tuan Suhut (Suhut Ni Huta) dan Raja Dapoton (anak pertama Tuan Ringo) kemudian
menyebut diri/ dikenal
sebagai marga: Situmorang.
-
Keturunan Dorimangambat, Raja Itubungna dan Ompu Raja Bonanionan kemudian menyebut diri atau dikenal sebagai marga: Sitohang.
-
Ada
juga yang berpendapat bahwa nama anak ke-2 Ompu Tuan Situmorang adalah Jambulan
Mangalele, Op. Parribuan (Ompu Tumohang), bukan Ompu Pangaribuan (Sitohang).
Jambulan Mangalele, Op. Parribuan (Ompu Tumohang) mempunyai 1 (satu) anak
laki-laki bernama Raja Babiat (Ompu Pangaribuan). Raja Babiat (Ompu
Pangaribuan) mempunyai 3 (tiga) orang anak yaitu: Dorimangambat Sitohang Uruk,
Raja Itubungna Sitohang Tonga-tonga dan Ompu Raja Bonanionan Sitohang Toruan.
MENJADI
PENGASUH BAGI CICIT (BUYUT)
Ompu Tuan Situmorang hidup cukup lama karena umurnya sangat
panjang sehingga 2 anaknya (Ompu Panopa Raja & Ompu Pangaribuan) serta 3
cucunya (Ompu Ambolas, Parhujobung, Raja Babiat) meninggal lebih dulu atau
mendahului Ompu Tuan Situmorang.
Sepeninggal
2 anak dan 3 cucunya, Ompu Tuan Situmorang kemudian berperan sebagai pengasuh
untuk memelihara, menghidupi dan membesarkan ketujuh cicitnya (Raja Pande, Raja
Nahor, Tuan Suhut, Tuan Ringo, Dorimangambat, Raja Itubungna dan Ompu Raja Bonanionan).
MEMBERI WASIAT (TONA) KEPADA KETUJUH CICIT (NINI)-NYA
SERTA MENANAM BERSAMA JABI-JABI SISANGAPAN
Suatu hari, menyadari bahwa ketujuh cicit (nini)-nya sudah
memasuki usia dewasa dan dirinya pun sudah ada firasat akan segera dipanggil Mulajadi
Nabolon, roh orang tua dan nenek moyangnya, Ompu Tuan Situmorang pun mengumpulkan,
memberkati (mendoakan) serta menasehati, memberikan amanah, wasiat atau pesan (padan atau tona) kepada
ketujuh cicit (nini)-nya, dengan berkata:
“Mulai hari ini, kamu ketujuh cicitku
kunyatakan menjadi anakku. Saya adalah ayahmu dan kalian adalah anakku. Karena
itu, saya berpesan kepada kalian (Mulai
di obbas on, hamu ninikku napitu nunga gabe anakku. Au do amangmu jala hamu
anakku. Alani i, hutonahon ma tu hamu):
-
Anak dari masing- masing kalian
adalah anak bersama dari kalian bertujuh sampai selama- lamanya (Sisada
lulu ma hamu di anak, sisada lulu di boru, sahat ro di sogot ni sogotna).
- Daging sebagai bawaan bagi anak
laki-laki dan beras sebagai bawaan untuk anak perempuan (Juhut
di sapa ma dilulu anak, jala parbue
napir ma huntion di lulu boru).
- Antara anak laki-laki dan anak
perempuan kalian tidak boleh (saling) menikah, dan dua atau lebih anak perempun
kalian tidak boleh menjadi menantu orang yang sama (tindih menindih) [Anak
dohot boru mu ndang marsiolian jala boru muna ndang jadi marsitindian].
- Hati-hati
atau cermat lah kalian kepada saudara laki-laki, penuh kasih sayang kepada
saudari perempuan, dan hormat lah kepada sanak keluarga istri (Manat ma hamu mardongan sabutuha, elek ma
hamu marboru, somba ma hamu marhula-hula).
- Selalu
bekerja sama, sejalan seiring, dan seperasaan lah kalian, baik dalam suka terlebih
dalam duka atau penderitaan (Si sada
ulaon, si sada urdok tu dolok tu toruan, jala si sada pakkilalaan ma hamu di
las ni roha tarlumobi di arsak ni roha)
- Selalu
mengerti dan saling bahu membahu lah kalian (Marsiamin-aminan
ma hamu songon lampak ni gaol, marsitungkol-tungkolan songon suhat di robean).”
Setelah ayahnya
selesai mengucapkan pernyataan adopsi, amanah, pesan
atau wasiat (tona/ padan) tersebut, kemudian ketujuh anaknya pun sama-sama
mengamini dengan menjawab: Ya,
Bapa (Olo, amang)!
Catatan:
-
Menurut sebagian orang, ada juga diantara
amanah, pesan atau wasiat (tona/ padan) Ompu Tuan Situmorang yang berbunyi: Sipitu Ama lah kalian sebut keturunan
kalian bertujuh (Sipitu Ama ma dohonon
muna pomparan muna napitu).
-
Prosesi
adopsi serta pemberian amanah, pesan atau wasiat (tona/
padan) ini kemudian dimaknai dan diyakini oleh ketujuh anaknya beserta
keturunannya selanjutnya sebagai sebuah ‘perjanjian (padan)’ yang harus
ditaati. Bagi
bangsa Batak, janji (padan) dianggap lebih tinggi tingkatan derajat atau daya
mengikatnya dibanding hukum kerajaan. Hal ini tercermin dari pantun (umpama)
Batak yang berbunyi: ‘Tanggo uratni bulu tanggoan uratni
hotang, tanggo nidok ni uhum tanggoan nidokni padan (kuat akar bambu lebih kuat lagi akar rotan,
kuat hukum kerajaan lebih kuat lagi janji)’ dan ‘Dengke ni Sabulan, Tu
tonggina tu tabona; Ise siose padan, tu ripurna tu magona (Ikan dari Sabulan semakin gurih
dan enak, siapupun yang mengingkari janji akan terkutuk dan hancur)’.
Dengan
maksud sebagai bukti atau pengingat di kemudian hari akan adanya peristiwa
pemberian amanah, pesan atau wasiat (tona/ padan)
tersebut dan mengajarkan kepada ketujuh anaknya sebuah contoh kerjasama serta
simbol saling menghormati,
kemudian Ompu Tuan Situmorang menyuruh ketujuh anaknya
untuk melakukan prosesi penanaman sebuah pohon beringin, dengan memberikan 2 (dua) pilihan (opsi) kemungkinan
namanya yaitu sebagai: ‘jabi-jabi
sisangapan’ bagi para anak beserta keturunannya yang menuruti pesan/ wasiat
(padan/ tona)-nya
dan/ atau sebagai ‘jabi-jabi singisngis’ untuk anak
beserta keturunannya yang melanggar pesan/ wasiat (padan/ tona)-nya di kemudian
hari.
Setelah
sebuah lubang digali dan ke dalamnya ditancapkan sebuah potongan ranting pohon
beringin, kemudian Ompu Tuan Situmorang secara unik
menyuruh ketujuh anaknya secara bergiliran menutup lubang tempat menanam pohon beringin
termaksud dengan tanah masing-masing 2
cangkul dengan urutan: Raja Pande, Dorimangambat, Tuan Suhut, Raja Itubungna, Raja Nahor, Raja Omp. Bonanionan
dan Tuan Ringo. Konon, 2 (dua) cangkul tanah untuk mengingatkan
bahwa ompung mereka bertujuh ada 2 (Op. Panoparaja dan Op. Pangaribuan) dan 3
(tiga) lapis secara selang-seling untuk mengingatkan bahwa mereka bertujuh
memiliki 3 (tiga) Bapa (Op. Ambolas, Ap. Parhujobung, dan Raja Babiat).
Selanjutnya, Ompu Tuan Situmorang pun berkata:
-
Jabijabi Sisangapan ma goar ni on di
pomparanhu namandalanhon poda dohot tonanghu, alai jabi
jabi singisngis ma goar
ni on tu pomparanhu namangalaosi poda dohot tonanghu.
(cat: ngisngis = ndang maranak marboru jala
ndang dapot ngolu-ngolu).
-
Goaran ma hamu na pitu, Situmorang Sipitu Ama, jala
marsirahutan ma tondi muna.
-
Sisada lulu anak, sisada lulu boru jala borumu di goari ma
boru Sipitu Ama na so jadi marsitindian.
-
Sisada tahi ma hamu jala na so jadi marsihasoan, rap
mangangkat ma hamu rap manimbung asa dapot di pomparanmu songon hatan ni
Ompunta:
Silamlam uruk-urukma,
silamlam aek toba
Naso jadi adong
marungut-ungut, jala ingkon sude ma hamu marlas ni roha
-
Sai dapot ma di hamu songon hata namandok:
Gundur pangalamuni, ansimun pangalambohi
Molo tung adong di hamu namuruk, sai adong ma
pangalambohi
Balintang pagabe
ma, ondol do sitadoan
Arimu na do gabe,
asal ma hamu, tongtong marsipaolo-oloan
-
Sai
tubu ma di pomparanmu panghorus nalobi, manggohi nahurang.
Catatan:
- Ada
juga yang menyebutkan bahwa Jabi-Jabi Sisangapan bukan ditanam Ompu Tuan
Situmorang pada saat ‘pemberian pesan/ wasiat (padan/
tona)’ tetapi sudah ada sebelumnya. Sehingga
‘pemberian pesan/ wasiat (padan/ tona)’ dilakukan di bawah pohon
jabi-jabi itu, yang kemudian diberi nama Jabi-Jabi
Sisangapan bagi yang menuruti wasiat (tonan)-nya dan jabi-jabi singisngis bagi
yang melanggar wasiat (tonan)-nya.
- Peristiwa
(upacara adopsi, pemberian amanah, pesan atau wasiat (tona) dan penanaman
jabi-jabi sisangapon) tersebut diperkirakan terjadi antara tahun 1500 dan tahun
1600 yang lalu bila ditinjau dari atau dibandingkan dengan generasi (sundut)
keturunan Ompu Tuan
Situmorang yang saat ini sudah ada yang mencapai nomor urut ke 25.
- Mengacu
pada simbol yang ditunjukkan dan
diperintahkan Ompu Tuan Situmorang pada saat prosesi penanaman pohon beringin
ini, beberapa saat kemudian, khususya setelah marga Situmorang dan marga Sinaga
tidak sapardatan lagi (pecah kongsi) tahun 1971 di Bona Pasogit Urat, keturunan Situmorang Sipitu Ama mengadopsinya
menjadi sistem atau rumus dalam pembagian jambar, parjongjongon, panortoron atau
parhundul pada saat acara adat Situmorang Sipitu Ama. Namun dalam perjalanan
waktu, sering terjadi beda pendapat atau pro dan kontra dengan berbagai alasan.
PEMBUATAN BATU NISAN DAN TUGU OMPU TUAN SITUMORANG
Pada tahun 1990,
di bawah ‘pohon beringin atau jabi-jabi’
tersebut telah dibangun Batu Nisan bertuliskan: “Jabi-Jabi Sisangapan” dan berjarak
sekitar 30 m² dari “Jabi-Jabi
Sisangapan” tersebut juga dibangun
monumen atau Tugu Ompu Tuan Situmorang, yang keduanya diresmikan atau
dipestakan pada tanggal 5-7 Juli 1990. Pembuatan batu nisan dan tugu tersebut
dimaksudkan sebagai simbol dan wujud terciptanya kerjasama, kesatuan dan
persatuan serta
kesetiaan segenap keturunan Ompu Tuan
Situmorang terhadap pesan/ wasiat (padan/ tona)’ yang
pernah diterima dan disanggupi oleh ketujuh cicit yang menjadi anaknya.
PARSADAAN
SITUMORANG SIPITU AMA DOHOT BORUNA (PSSAB) SE-INDONESIA
Dengan maksud
dan tujuan untuk memelihara persatuan dan kesatuan serta wadah untuk
mensosialisasikan pesan/ wasiat (tona/ padan) Ompu
Tuan Situmorang maka sejak tahun 1960-an mulai digagas pembentukan organisasi
keturunan Ompu Tuan Situmorang yang bersifat nasional, dengan mendirikan
PASIBONA di beberapa kota besar. Pada tahun 1972 puluhan pengurus PASIBONA dari beberapa daerah melaksanakan pertemuan besar
dalam bentuk seminar dan merekomendasikan agar dibentuk Dewan Pengurus Pusat
(DPP) untuk memimpin dan mengkordinir keturunan
Ompu Tuan Situmorang secara nasional. Namun DPP yang dibentuk tidak dapat
berfungsi atau berjalan dengan berbagai alasan. Tahun 1987 kepengurusan yang
baru dibentuk dengan tugas pokok “Pembangunan Tugu Ompu Tuan Situmorang di Bona
Pasogit Urat Samosir. Atas kerja keras kepengurusan tersebut, Tugu Ompu Tuan Situmorang
berhasil dan selesai dibangun dan selanjutnya diadakan pesta peresmiannya pada tanggal 5 - 7 Juli 1990.
Antara tahun
1991 s.d. 2003, kepengurusan organisasi praktis vakum. Kemudian, atas
inisiatif, dorongan dan kerja keras beberapa tokoh dan natua-tua, pada tahun tahun 2003 bertempat di Hotel Dharma Deli Medan diadakan
Musyawarah Besar (Mubes) I Parsadaan Situmorang Sipitu Ama dohot Boruna (PSSAB)
se-Indonesia dan menyusun kepengurusan PSSAB
periode 2003-2008 yang dipimpin Bpk. Ir Suga Situmorang sebagai Ketua Umum. Lima
tahun kemudian, tepatnya tanggal 12 Juli
2008 bertempat di Convention Hall Hotel Danau Toba Medan diadakan Mubes II PSSAB
se-Indonesia dan menetapkan kepengurusan
PSSAB periode 2008-2014 yang dipimpin Bpk. Kombes Pol Drs DU Sitohang sebagai
Ketua Umum dan Bpk. DR.Ir. Binsar
Situmorang, MSi., MAP sebagai Sekretaris Umum.
Selanjutnya,
pada tanggal 21-22 Juni 2014 bertempat di
Hotel Santika Dyandra Hotel, Jalan Maulana Lubis Medan diadakan Mubes
III PSSAB se-Indonesia dan menetapkan
kepengurusan PSSAB periode 2014-2019 yang dipimpin Bpk. Ir J.B. Siringoringo sebagai Ketua Umum dan Bpk. Marihat
Situmorang MKom sebagai Sekretaris Jenderal.
HAL-HAL
YANG PERLU MENDAPAT PERHATIAN,
KEHATI-HATIAN DAN PEMAHAMAN BERSAMA
1.
Penyebutan, nama
atau istilah organisasi (punguan)
Dalam perjalanannya, keturunan ketujuh cicit yang menjadi
anak Ompu Tuan Situmorang menyebut diri sebagai ‘Pomparan ni Ompu Tuan
Situmorang’ atau ‘Situmorang Sipitu Ama’ atau ‘Parsadaan Situmorang Sipitu Ama’.
Namun, ada juga sebagian yang berpendapat bahwa lebih tepat menggunakan istilah
‘Pomporan ni Ompu Tuan Situmorang Sipitu Ama atau ‘Sipitu Ama’ saja mengingat Siringo-ringo,
Rumapea dan Sitohang sudah menjadi ‘marga’ sejak dahulu kala, sehingga statusnya
sebagai marga adalah sejajar dengan marga Situmorang. Sebagian kecil lagi menginginkan
istilah ‘Situmorang Sipitu Sada Ama’ dengan alasan untuk menghormati Ompu Tuan
Situmorang yang telah menjadi ayah bagi ketujuh cicit (nini)-nya. Semua
pendapat tentu ada nilai kebenarnya
tergantung sudut pandang yang digunakan.
Namun, semua
harus memahami bahwa soal penggunaan istilah atau penyebutan atau penamaan
bukan lah sesuatu yang prinsipiil sehingga tidak perlu diperdebatkan terlalu
dalam apalagi sampai menimbulkan perselisihan paham. Yang prinsip, substansial
dan utama adalah bahwa keturunan si
Raja Pande, si Tuan Nahor, si Tuan Suhut (Suhut Ni Huta, si Tuan Ringo, si Dorimangambat, si Raja Itubungna, dan keturunan si Ompu Raja Bonanionan harus
tetap menyadari dan mengaku sebagai keturunan Ompu Tuan Situmorang dan selalu
mengingat pesan/ wasiat (padan/ tona)-nya, khususnya agar bersatu dan tidak
boleh saling menikah.
2.
Penggunaan atau Penyebutan Marga
Walaupun belum ada yang bisa memastikan, kapan waktu mulai
digunakan atau dipakai ‘marga Siringo-ringo, Rumapea atau Sitohang’ serta siapa
yang pertama kali menggunakannya, namun semua pasti meyakini bahwa marga
tersebut sudah sangat lama dan secara turun-temurun digunakan. Karena itu,
sudah tidak tepat dan tidak beralasan lagi untuk memaksakan agar di depan kata/
frasa ‘Siringoringo, Rumapea atau Sitohang’ ada kata/ frasa ‘Situmorang’. Kalau
masih ada yang memaksakan hal yang demikian kemungkinan besar akan mengganggu
suasana kebersamaan atau kebersatuan keturunan Ompu Tuan Situmorang.
3.
Munculnya keinginan untuk ber-otonomi atau mengurus
diri-sendiri
Seiring dengan perkembangan demokrasi, semangat otonomi dan
kemandirian, hak asasi manusia, teknologi informasi, dan terutama karena semakin
bertambahnya jumlah populasi keturunan, sejak tahun 2.000-an, khususnya di
daerah Jabodetabek, mulai muncul aspirasi untuk ‘ber-otonomi atau mengurus
diri-sendiri’ dari antara keturunan 7 cicit (anak) Ompu Tuan Situmorang. Hendaknya
semangat otonomi atau mengurus diri-sendiri tersebut tidak dimaksudkan atau
dipraktekkan sebagai pemutusan hubungan keterikatan secara organisatoris atau hubungan
Paradatan’ dengan keturunan Ompu Tuan Situmorang yang lainnya. Kalau sekadar bahwa
masing-masing keturunan 7 cicit (anak) Ompu Tuan Situmorang membentuk dan
mempunyai organisasi (punguan) sendiri di tingkat nasional, propinsi, atau kabupaten/
kota, tentu, sudah pasti terbuka ruang untuk itu dan tidak perlu dipersoalkan,
dengan berbagai pertimbangan dan keuntungan praktis. Namun yang perlu
diupayakan dan dihindari bersama adalah jangan sampai ada sikap dan tindakan
yang mengarah pada pemutusan keterikatan secara organisatoris apalagi ‘hubungan
Paradatan’ dengan keturunan Ompu Tuan Situmorang yang lain termasuk dengan Parsadaan
Situmorang Sipitu Ama dohot Boruna (PSSAB) se-Indonesia.
Menghadapi munculnya
kecenderungan dan kebutuhan untuk membentuk punguan berdasarkan Ama atau Ompu,
maka perlu dan harus mulai dicarikan dan disepakati sistem atau format koordinasi
serta penyusunan/ pemilihan kepengurusan Parsadaan Situmorang Sipitu Ama dohot
Boruna (PSSAB) di tingkat nasional, propinsi dan kabupaten/ kota, yang
mengakomodir keterlibatan atau hak suara dari masing-masing pengurus punguan Ama
atau Ompu keturuan Ompu Tuan Situmorang.
Perkawinan
antar sesama keturuan Ompu Tuan Situmorang (?)
Barangkali di antara kita telah pernah mendengar, mengetahui
atau menemukan fakta bahwa ada marga atau boru ‘Siringo-ringo’ dan marga atau
boru ‘Rumapea’ menikah dengan marga atau boru ‘Situmorang’ maupun marga atau
boru ‘Sitohang’. Berarti, sama-sama keturuan Ompu Tuan Situmorang telah ada
yang saling menikah. Kenyataan atau fakta demikian tentu harus kita sikapi
dengan kepala dingin, hati-hati, dan bijak. Yang sudah terlanjur terjadi tentu
tidak beralasan lagi untuk disesali atau disalahkan. Yang pasti, hal tersebut
adalah kesalahan atau setidaknya kelalaian bersama (paranak dan perboru),
dengan berbagai alasan tentunya. Selanjutnya, perlu dicarikan dan dilakukan
upaya atau gerakan konkrit serta berkesinambungan untuk menyudahi atau menghentikannya
agar tidak diikuti lagi oleh generasi muda, sehingga tidak menjadi suatu kebiasaan
yang lajim atau sesuatu yang dianggap benar atau tidak salah di kemudian hari.
Dengan berkembangnya teknologi informasi, internet dan media sosial, tentu
kejadian demikian kita pastikan akan semakin berkurang.
PENUTUP
1. Tampulan ni sibaganding
Di
atas ni pandingdingan
Horas ma Sipitu Ama na marhaha-maranggi
Sai marsipairing-iringan
|
3. Pitu lombu jonggi
Parhalung-halung hotang
Piga soara luluan soara usoan
Lumban Pande ma pandapotan
|
2. Pauk ni Situmorang
Pauk mangula juma
Molo burju diboan
Saur ma i matua
|
4.
Bintatar ma pandingdingan
Simartolu ma parhongkom
Horas ma hita sipitu ama
marsipairing-iringan
Debatama namargomgom
|
Copas dari blog= Situmorang Pande Raja. Blogspot.com
Disadur dari berbagai sumber. Mohon
masukan atau ralat bila ada kekurangan dan/ atau kesalahan
Lihat atau klik di link pdf ini Tugu dan daftar pengurus PSSAB
BalasHapushttps://drive.google.com/file/d/1wlkTbTP5rqK4AfJqwp8h28wHf1eR75Yn/view?usp=drivesdk
Atau klik Disini alamat gambar tugu OTS serta daftar pengurus PSSAB seluruh Indonesia.
Hapus